Makanan Tradisional Nasi Kapau Sebagai Daya Tarik Wisata Kota Bukittinggi
Kata Kunci:
budaya lokal, identitas kuliner, minangkabau, nasi kapau, pariwisataAbstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin kuatnya peran kuliner tradisional sebagai faktor penentu daya tarik wisata, khususnya di Kota Bukittinggi, yang dikenal dengan ikon gastronominya yaitu nasi kapau. Permasalahan utama yang diangkat adalah belum optimalnya pemahaman mengenai bagaimana nasi kapau, sebagai representasi budaya dan praktik kuliner masyarakat Minangkabau, berkontribusi terhadap pembentukan identitas destinasi dan motivasi kunjungan wisatawan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis filosofi kuliner nasi kapau serta menjelaskan bagaimana otentisitasnya berperan sebagai daya tarik wisata yang berdampak pada dinamika ekonomi lokal. Menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain studi pustaka, penelitian ini mengkaji berbagai literatur akademik terkait gastronomi, otentisitas kuliner, dan pariwisata budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nasi kapau tidak hanya memiliki nilai historis dan simbolik yang mencerminkan sistem sosial Minangkabau, tetapi juga menjadi elemen penting dalam membentuk pengalaman wisata kuliner yang dianggap otentik oleh wisatawan. Selain itu, keberadaan rumah makan nasi kapau memberikan kontribusi nyata terhadap perekonomian masyarakat melalui perputaran rantai pasok bahan lokal dan peluang usaha kuliner. Secara keseluruhan, penelitian ini menegaskan bahwa kuliner tradisional dapat berfungsi sebagai penguat identitas destinasi sekaligus sebagai instrumen pengembangan pariwisata berkelanjutan di Bukittinggi
Referensi
Afrilian, P., Yulianda, H., & Afriani, A. (2020). Strategi promosi wisata Kota Bukittinggi melalui Nasi Kapau. Indonesian Journal of Tourism and Leisure, vol.1(1), 108–116.
Alfaset, M. I., & Juniartika, S. (2025). Nasi Kapau sebagai identitas kuliner Minangkabau: Sejarah dan filosofinya. Jurnal Pariwisata Tawangmangu,vol.3,(1), 32-37.
Atika, A., Yulianda, H., & Afrilian, P. (2021). Strategi promosi wisata Kota Bukittinggi melalui kuliner Nasi Kapau. Indonesian Journal of Tourism and Leisure, vol.2(20), 107-116.
Cohen, E. (1988). Authenticity and commoditization in tourism. Annals of Tourism Research, vol.15(3),371-386 .
Creswell, J. W. (2014). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches (4th ed.). SAGE Publications.
Hjalager, A.-M. (2010). A review of innovation research in tourism. Tourism Management, vol.31(1), 1–12.
Kivela, J., & Crotts, J. C. (2006). Tourism and gastronomy: Gastronomy’s influence on how tourists experience a destination. Journal of Hospitality & Tourism Research, vol.30(3), 277–354.
OECD. (2012). Food and the tourism experience: The OECD–Korea workshop. OECD Publishing.
Richards, G. (2021). Gastronomy and tourism: Reflections on local food consumption. In P. Björk & H. Rimmington (Eds.), The Routledge handbook of gastronomic tourism. Routledge.
Santich, B. (2004). The study of gastronomy and its relevance to hospitality education and training. International Journal of Hospitality Management, vol.23(1), 15-24.
Scarpato, R. (2002). Gastronomy studies in search of hospitality. Hospitality Review, vol.20(1),1-12.
Timothy, D. J., & Nyaupane, G. P. (2009). Cultural heritage and tourism in the developing world: A regional perspective. Routledge.
Zidan, O., Zulfaeva, Z., & Meri, M. (2024). The existence of Lost Lambuang as a culinary tourism in Bukittinggi 1987–2019. Santhet: Jurnal Sejarah, Pendidikan, dan Humaniora, vol.8(2), 1-4.
Unduhan
Diterbitkan
Cara Mengutip
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2025 Jurnal Penelitian Mahasiswa Pariwisata

Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.


